Rabu, 18 Juli 2012

Penantian


Malam semakin larut. Kafe tempatku berada saat ini juga semakin sepi. Para pengunjung yang tadinya ramai kini mulai berkurang. Hanya tinggal beberapa meja saja yang terisi.
Kualihkan pandanganku keluar kafe melalui jendela kaca besar di sampingku. Jalanan kota Solo masih terlihat ramai. Masih banyak orang-orang dan kendaraan berlalu lalang.
Hanya saja…suasana malam ini terlihat begitu muram. Entah kenapa?!
Mungkin karena hujan turun melanda kota Solo sejak pagi. Itu yang dikatakan sopir taksi yang kutumpangi tadi.

Aku sendiri baru sampai di kota ini beberapa jam yang lalu, dan langsung meluncur ke kafe ini setibanya aku di bandara Adi Sumarmo, Solo. Sesuai instruksi yang diberikan Rio via skype semalam.
Waktu aku tiba tadi, hujan masih turun dengan deras. Bahkan sampai kini tetes-tete air sisa hujan masih sesekali turun.

Kulihat jam tanganku yang bermotif kucing. Jarum jam menunjukkan pukul 10 malam kurang 5 menit. Sekali lagi aku melihat keluar jendela. Masih belum tampak tanda-tanda kedatangan Rio.
Harusnya dia sudah ada disini saat ini kalau dia berangkat dari Singapore siang tadi. Harusnya dia sudah menjemputku.
Aku mengedarkan pandangan  ke sekelilingku. Hanya tinggal tiga meja yang terisi. Termasuk meja yang kududuki. Jalanan juga sudah mulai sepi.
Tiba-tiba saja aku merasa gelisah. Sudah semalam ini Rio belum muncul juga.
Apa yang harus kulakukan kalau kafe ini tutup dan Rio belum muncul juga menjemputku?
Aku sama sekali belum mengenal kota ini. Ini kali pertama aku datang ke Solo. Itupun atas permintaan Rio.
Entah kenapa, tiba-tiba saja Rio memintaku datang ke Solo. Dia bilang, mau mengenalkan aku pada orang tuanya. Aku sih, nggak keberatan.

Sekali lagi kulihat jam tanganku. Sekarang sudah pukul 11 kurang seperempat, dan tanda-tanda kedatangan Rio belum juga tampak.
Aku semakin gelisah. Apalagi ponsel Rio masih belum bisa dihubungi sejak tadi.
Bagaimana kalau Rio nggak muncul? Apa yang harus kulakukan? Aku musti nginep dimana? Aku sama sekali nggak tahu seluk beluk kota ini.
Atau aku coba hubungi rumah keluarga Rio saja? Ah.. . mana mungkin! Aku bahkan nggak tahu nomor telepon rumah Rio.
Atau, aku hubungi kakak Rio saja? Hei..! Dia kan, masih berada di Amerika! Mana dia tahu soal keberadaan Rio sekarang.
Ya sudahlah, aku tunggu saja.

Malam semakin larut. Kini suasana kafe benar-benar sepi. Hanya satu meja saja yang terisi. Yaitu meja yang kududuki.
Sekali lagi kucoba menghubungi ponsel Rio. Masih belum aktif juga.
Keringat dingin mulai membasahi tubuhku. Aku benar-benar gelisah. Sebentar lagi kafe tutup, dan Rio belum muncul juga. Sementara aku nggak punya kenalan lain di kota ini.
Apa mungkin terjadi sesuatu pada pesawat yang ditumpangi Rio? Ah….nggak mungkin..!!
Aku buru-buru menepis pikiran buruk itu.
“Maaf mbak, kita sudah mau tutup.” Ucapan seorang waitress menambah kegelisahanku. Akhirnya yang kukhawatirkan terjadi juga.
Setelah membayar makananku, aku keluar dari kafe. Angin malam yang super dingin langsung menyapaku. Untuk sementara aku hanya berdiri di depan kafe.
Aku mencoba menenangkan diriku. Berpikir apa yang harus kulakukan. Akhirnya aku memutuskan mencari informasi hotel terdekat di Google.
Setelah memutuskan hotel yang akan kudatangi, aku melangkah ke tepi jalan untuk menunggu taxi. Kurapatkan jaketku. Malam semakin dingin. Taksi yang kutunggu belum muncul juga.

Setelah beberapa lama, akhirnya aku melihat taksi di kejauhan. Kulambaikan tanganku untuk menyetop taksi.
Taxi itu berhenti di depanku. Belum sempat aku membuka pintu, pintu belakang taxi terbuka. Muncul sosok Rio keluar dari taksi.
“Maaf sayang, aku telat. Pesawatnya delay karena cuaca buruk,” ucap Rio langsung. Wajahnya terlihat begitu tegang.
Aku hanya menatapnya tanpa berkata apapun. Aku hanya bisa tersenyum lega.


By: Cepi R Dini

4 komentar:

  1. wah... kalo q jd tuh cew paztiny langzung nangiz zizt dPelukan Rio. XD

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah... jangan sist..! wajah Rio kan udah tegang karena cemas
      kalau langsung nangis, tar Rio malah makin cemas
      hehe :D

      Hapus
  2. hemh.. imaginenya bagus, bisa bangun emosi, tapi endingnya ngambang sist . .

    BalasHapus
    Balasan
    1. emang dibikin gitu sist, endingnya
      coz fokus utamanya suasana penantian si tokoh utama
      setelah yang dinanti datang, ya udah :)

      Hapus